Sandiaz Yudhasmara, Widodo Judarwanto
Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan saraf dengan prevalensi yang terus meningkat, dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Peneliti mengeksplorasi hubungan antara kondisi alergi dan ASD pada 199.520 anak berusia 3 hingga 17 tahun menggunakan data dari US National Health Interview Survey (1997-2016). Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak dengan alergi makanan memiliki kemungkinan lebih dari dua kali lipat untuk mengalami ASD (rasio odds [OR] 2,29) dibandingkan dengan anak tanpa alergi makanan. Alergi pernapasan (OR 1,28) dan alergi kulit (OR 1,50) juga secara signifikan terkait dengan ASD, meskipun dengan tingkat yang lebih rendah.
Studi ini menunjukkan bahwa disfungsi sistem imun dapat menjadi mekanisme potensial yang menghubungkan kondisi alergi dengan ASD. Anak-anak dengan ASD sering menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari masalah pencernaan dan gangguan imun, yang mendukung hipotesis bahwa aktivasi sistem imun dapat memengaruhi perkembangan saraf. Namun, penelitian ini menekankan perlunya penelitian lebih lanjut untuk memperjelas hubungan kausal dan jalur biologis yang mendasari, terutama untuk alergi makanan yang menunjukkan hubungan terkuat dengan ASD.
Temuan ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan kondisi alergi dalam konteks yang lebih luas terkait manajemen dan penelitian ASD. Identifikasi dini dan penanganan alergi pada anak dengan ASD atau yang berisiko dapat meningkatkan hasil perkembangan mereka. Penelitian lintas disiplin lebih lanjut sangat penting untuk memahami hubungan antara disfungsi imunologis dan gangguan perkembangan saraf.
Hubungan Alergi Makanan dengan Autism Spectrum Disorder pada Anak
Dalam sampel anak-anak di AS yang mewakili populasi nasional, kami menemukan hubungan yang signifikan dan positif antara alergi makanan, alergi pernapasan, dan alergi kulit dengan Autism Spectrum Disorder (ASD). Hubungan ini tetap signifikan setelah penyesuaian terhadap variabel demografis, sosial ekonomi, dan jenis kondisi alergi lainnya. Selain itu, hubungan antara alergi makanan dan ASD konsisten dan signifikan di semua kelompok usia, jenis kelamin, dan ras/etnis.
Hingga kini, masih sedikit yang diketahui tentang hubungan antara alergi makanan dan ASD. Sebuah studi kasus-kontrol sebelumnya di California dalam penelitian CHARGE (Childhood Autism Risks From Genetics and the Environment) menunjukkan bahwa alergi makanan dan sensitivitas lebih sering terjadi pada anak-anak dengan ASD. Temuan serupa juga dilaporkan dalam studi kasus-kontrol lain di California Utara. Studi sebelumnya tentang kondisi alergi dan ASD sebagian besar berfokus pada alergi pernapasan dan alergi kulit. Beberapa, tetapi tidak semua, studi tersebut melaporkan adanya hubungan positif antara alergi pernapasan (seperti asma) dan ASD, serta antara alergi kulit (seperti dermatitis atopik) dan ASD. Perbedaan hasil dalam studi sebelumnya mungkin sebagian disebabkan oleh ukuran sampel yang terbatas dan kekuatan statistik yang kurang memadai.
Dalam studi berbasis populasi yang besar ini, semua kondisi alergi umum tersebut secara signifikan terkait dengan ASD. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya mekanisme bersama (misalnya, disfungsi imunologi) di antara kondisi alergi ini dalam hubungannya dengan ASD. Studi imunologi sebelumnya menemukan bahwa kadar IgA, IgG, IgM, dan total IgE meningkat pada anak-anak dengan ASD. Ketidakseimbangan subset sel T (jumlah rendah sel positif interferon-γ dan IL-2 tipe TH1) juga diamati. Penelitian lain menunjukkan peningkatan kadar sitokin proinflamasi di otak postmortem pasien ASD, serta peningkatan produksi autoantibodi. Kemungkinan besar, gangguan imunologis ini mungkin telah dimulai sejak awal kehidupan, yang kemudian memengaruhi perkembangan otak dan fungsi sosial, sehingga berkontribusi pada perkembangan ASD. Selain itu, mungkin ada faktor risiko genetik dan non-genetik bersama yang memengaruhi baik alergi maupun ASD.
Menariknya, hubungan antara alergi makanan dan ASD tampak lebih kuat dan lebih konsisten dibandingkan dengan hubungan alergi pernapasan atau kulit dengan ASD. Prevalensi alergi makanan dan ASD telah meningkat selama dua dekade terakhir. Meskipun mekanisme mendasar dari hubungan ini belum sepenuhnya dipahami, sumbu usus-otak-perilaku (gut-brain-behavior axis) bisa menjadi salah satu mekanisme potensial. Studi sebelumnya menemukan prevalensi gejala gastrointestinal yang lebih tinggi pada anak-anak dengan ASD. Selain itu, orang tua dari anak autistik lebih sering melaporkan bahwa anak mereka memiliki alergi makanan. Alergi makanan dapat melibatkan perubahan mikrobioma usus, aktivasi imun alergi, dan gangguan fungsi otak melalui interaksi neuroimun, yang pada akhirnya dapat memengaruhi sistem saraf enterik dan sistem saraf pusat, sehingga menyebabkan kelainan perkembangan saraf. Menariknya, hasil kami menunjukkan bahwa hubungan alergi pernapasan dan kulit dengan ASD berbeda menurut karakteristik demografis populasi, yang dapat membantu menjelaskan temuan heterogen yang dilaporkan dalam studi sebelumnya.
Penelitian terbaru telah mengidentifikasi hubungan signifikan antara autisme dan alergi makanan pada anak-anak. Sebuah studi oleh Xu et al. (2018) yang dipublikasikan di JAMA Network Open menganalisis data dari 199.520 anak berusia 3 hingga 17 tahun di Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak dengan alergi makanan memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk didiagnosis dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki alergi makanan. Temuan ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan kondisi alergi dalam evaluasi dan manajemen ASD.
Mekanisme yang menghubungkan alergi makanan dengan ASD masih dalam penelitian lebih lanjut. Beberapa hipotesis menyarankan bahwa disfungsi sistem kekebalan tubuh dapat memainkan peran penting. Studi oleh Mead dan Ashwood (2015) yang dipublikasikan di Journal of Neuroimmune Pharmacology menunjukkan bahwa anak-anak dengan ASD sering memiliki respons imun yang tidak normal, termasuk peningkatan produksi sitokin proinflamasi. Respons imun yang berlebihan terhadap alergen makanan dapat mempengaruhi perkembangan dan fungsi otak, yang berkontribusi pada gejala ASD.
Penting bagi praktisi kesehatan untuk menyadari potensi hubungan antara alergi makanan dan ASD. Identifikasi dan manajemen dini terhadap alergi makanan pada anak-anak dengan ASD dapat membantu mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Namun, diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami mekanisme yang mendasari hubungan ini dan untuk mengembangkan strategi intervensi yang efektif. Studi longitudinal dan uji klinis akan sangat berharga dalam menjelaskan peran alergi makanan dalam perkembangan dan manifestasi ASD.
Daftar Pustaka
-
- Xu G, Snetselaar LG, Jing J, Liu B, Strathearn L, Bao W. Association of Food Allergy and Other Allergic Conditions With Autism Spectrum Disorder in Children. JAMA Netw Open. 2018;1(2):e180279. doi:10.1001/jamanetworkopen.2018.0279
- Mead J, Ashwood P. Evidence Supporting an Altered Immune Response in ASD. J Neuroimmune Pharmacol. 2015;10(2):153-162. doi:10.1007/s11481-015-9555-7
- Proctor, Kaitlin B. et al. The Intersection of Autism Spectrum Disorder, Food Allergy, and Avoidant/Restrictive Food Intake Disorder: A Clinical Case Study The Journal of Pediatrics, Volume 269, 113965
- Estrella, M. et al. FOOD ALLERGIES AND AUTISM SPECTRUM DISORDER: A COMPARATIVE STUDY OF SENSITIZATION IN CHILDREN. Annals of Allergy, Asthma & Immunology, Volume 131, Issue 5, S71 – S72
Leave a Reply