Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan gangguan fungsional saluran cerna yang ditandai dengan nyeri perut kronik, perubahan pola buang air besar, dan gejala gastrointestinal lainnya tanpa kelainan organik. Penelitian menunjukkan bahwa pada sebagian besar pasien IBS, gejala diperberat oleh konsumsi makanan tertentu, yang diduga berkaitan dengan alergi makanan. Alergi makanan dapat memicu reaksi imun dan meningkatkan permeabilitas usus, aktivasi sel mast, serta pelepasan mediator inflamasi. Pendekatan berbasis oral food challenge dan diet eliminasi telah menunjukkan hasil positif dalam mengurangi gejala IBS. Artikel ini membahas hubungan imunopatogenesis antara IBS dan alergi makanan, manifestasi klinis, serta pendekatan diagnostik dan terapeutik berbasis tantangan makanan.
Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan kelainan fungsional saluran pencernaan yang kompleks, dengan gejala seperti nyeri perut, kembung, diare, atau konstipasi yang menetap atau berulang. Meskipun tidak menunjukkan kelainan organik pada pemeriksaan radiologis atau endoskopik, IBS berdampak besar terhadap kualitas hidup pasien. Berbagai faktor seperti stres, gangguan motilitas, disbiosis mikrobiota, dan sensitivitas viseral telah diidentifikasi sebagai penyebab potensial.
Dalam beberapa tahun terakhir, peran alergi makanan dalam patogenesis IBS mulai mendapat perhatian. Beberapa studi menunjukkan bahwa 25–50% pasien IBS memiliki gejala yang dipicu atau diperberat oleh makanan tertentu. Alergi makanan laten, terutama tipe non-IgE mediated, dapat menyebabkan aktivasi imun lokal yang menimbulkan gejala gastrointestinal kronis. Oleh karena itu, pendekatan berbasis eliminasi makanan dan oral food challenge kini menjadi bagian penting dalam evaluasi dan penanganan IBS yang dicurigai memiliki komponen imunologis.
Imunopatogenesis
Imunopatogenesis IBS yang berkaitan dengan alergi makanan terutama melibatkan gangguan pada barrier mukosa usus dan aktivasi sistem imun mukosa. Alergen makanan yang tidak terdegradasi sempurna dapat melewati epitel usus yang permeabel dan dikenali oleh sel imun mukosa. Hal ini memicu aktivasi sel mast, eosinofil, dan sel T, yang melepaskan mediator inflamasi seperti histamin, TNF-α, dan IL-4.
Peningkatan jumlah sel mast di lapisan mukosa dan submukosa ditemukan pada biopsi pasien IBS. Mediator dari sel mast seperti tryptase dan prostaglandin dapat meningkatkan sensitivitas viseral, menyebabkan nyeri perut dan gangguan motilitas. Reaksi ini bisa bersifat non-IgE mediated, menjelaskan mengapa banyak pasien tidak menunjukkan hasil positif pada uji alergi standar.
Sementara itu, dalam subkelompok tertentu, peningkatan kadar IgE dan IgG4 spesifik terhadap protein makanan seperti susu, gandum, telur, dan daging juga ditemukan. Ini menunjukkan bahwa baik mekanisme imun adaptif maupun bawaan berperan dalam patofisiologi IBS yang dipicu oleh alergi makanan.
Tanda dan Gejala IBS
IBS yang terkait dengan alergi makanan biasanya menunjukkan gejala gastrointestinal yang terjadi dalam beberapa jam hingga hari setelah konsumsi makanan tertentu. Nyeri perut kronis, kembung, diare, dan konstipasi adalah gejala utama. Gejala bersifat fluktuatif dan dapat memburuk setelah konsumsi makanan alergen.
Gejala sistemik juga dapat ditemukan, seperti kelelahan kronik, nyeri kepala, dan gangguan kulit. Sebagian pasien juga mengalami manifestasi atopik seperti rinitis alergi atau asma, yang menunjukkan keterlibatan sistem imun yang lebih luas.
Pasien IBS dengan komponen alergi makanan juga sering melaporkan gejala eksaserbasi setelah konsumsi makanan tinggi histamin atau FODMAP. Ini memperkuat pentingnya pendekatan diet personal untuk mengelola gejala secara efektif.
Tabel: Tanda dan Gejala IBS Terkait Alergi Makanan
Sistem | Gejala Klinis | Keterangan |
---|---|---|
Gastrointestinal | Nyeri perut kronik, kembung, diare, konstipasi | Gejala fluktuatif, memburuk setelah makan |
Sistemik | Kelelahan, sakit kepala, nyeri otot | Kadang disertai keluhan neuropsikologis |
Respiratori | Rinitis, sesak napas ringan | Bila disertai komorbid alergi pernapasan |
Kulit | Gatal ringan, ruam, eksim | Umum pada pasien dengan predisposisi atopik |
Psikologis | Kecemasan, depresi ringan, insomnia | Dapat memperburuk persepsi nyeri |
Penanganan:
- Pendekatan utama dalam penanganan IBS dengan dugaan alergi makanan adalah melalui diet eliminasi yang diikuti oleh oral food challenge (OFC). OFC merupakan metode untuk mengkonfirmasi peran makanan tertentu terhadap timbulnya gejala IBS. OFC dilakukan setelah periode eliminasi selama 2–6 minggu, di mana gejala harus menunjukkan perbaikan signifikan.
- Dalam OFC, makanan alergen diuji satu per satu dengan peningkatan dosis bertahap dalam pengawasan medis. Gejala gastrointestinal dan sistemik dipantau untuk mengevaluasi reaksi. Pasien yang mengalami kekambuhan gejala setelah OFC positif dianggap memiliki sensitivitas makanan, dan dianjurkan untuk menghindari makanan tersebut dalam jangka panjang.
- OFC juga membantu membedakan alergi makanan dari intoleransi atau efek psikogenik. Pendekatan ini lebih bermanfaat dibandingkan pemeriksaan IgE atau IgG4 semata, yang kerap memberikan hasil inkonklusif. Penggunaan diet eliminasi berbasis OFC secara individual terbukti efektif dalam studi Atkinson (2004) dan Pearson (2015) untuk mengurangi keparahan gejala IBS.
Irritable Bowel Syndrome pada sebagian pasien dapat melibatkan komponen imunologis yang berkaitan dengan alergi makanan. Alergen makanan dapat memicu aktivasi sel imun mukosa, meningkatkan permeabilitas usus, dan menyebabkan gejala gastrointestinal kronis. Pendekatan berbasis eliminasi makanan dan oral food challenge merupakan metode diagnosis dan terapi paling efektif dalam kasus IBS terkait alergi makanan. Personalized diet berdasarkan OFC dan evaluasi imunologi menjadi strategi penting untuk mengoptimalkan manajemen pasien IBS.
Daftar Pustaka
- Atkinson W, Sheldon TA, Shaath N, Whorwell PJ. Food elimination based on IgG antibodies in irritable bowel syndrome: a randomised controlled trial. Gut. 2004;53(10):1459-1464. doi:10.1136/gut.2003.037697
- Addolorato G, et al. Irritable bowel syndrome and food allergy/intolerance. Dig Dis Sci. 2000;45(12):2346-2347.
- Camilleri M. Peripheral mechanisms in irritable bowel syndrome. N Engl J Med. 2006;354(17):1947-1956. doi:10.1056/NEJMra053400
- Monsbakken KW, Vandvik PO, Farup PG. Perceived food intolerance in subjects with irritable bowel syndrome–etiology, prevalence and consequences. Eur J Clin Nutr. 2006;60(5):667-672. doi:10.1038/sj.ejcn.1602352
- Galliani CA, et al. Food allergy and irritable bowel syndrome. Ann Allergy Asthma Immunol. 2006;97(3):304-305.
- Jones MP, et al. Functional gastrointestinal disorders and allergy: new insights into pathophysiology and clinical implications. World J Gastroenterol. 2014;20(27):8894–8904. doi:10.3748/wjg.v20.i27.8894
- Pearson JS, et al. Food allergy in irritable bowel syndrome: Evidence from omalizumab therapy. Clin Exp Allergy. 2015;45(7):1221-1223. doi:10.1111/cea.12535
- Alpers DH. The irritable bowel syndrome: irritable bowel, or irritable patient? Am J Gastroenterol. 2006;101(5):1032-1033. doi:10.1111/j.1572-0241.2006.00518.x
Leave a Reply